Jakarta – Membuat identitas diri di ranah daring itu mudah. Yang susah adalah menjadikannya hidup dan berinteraksi dengan lainnya. Banyak brand yang sudah punya akun social media di Facebook dan Twitter, tapi pengelola akunnya ternyata tidak menghidupinya dengan maksimal. Entah ini salah si pemilik brand atau admin akunnya, akun social media lebih banyak digunakan untuk egoistis kepentingan diri si brand sendiri. Akun ini cenderung abai akan pertanyaan, komentar, keluhan, atau kritikan dari warga lainnya di social media.
Pengelola akun brand ternyata masih menggunakan social media seperti mereka menggunakan media majalah, televisi, atau radio. Isi akun hanya bersifat komunikasi satu arah, hanya berupa pengumuman promosi dan program semata. Kalau lagi ada kegiatan baru, social media aktif mereka gunakan. Gencar dengan serangkaian tweet promosi dan status update di Facebook. Pengelola akun brand akan menjawab pertanyaan warga social media kalau masih relevan dengan info promosi yang mereka sampaikan.
Namun saat program promosi mereka habis, lalu ada keluhan atau kritikan, sangat jarang ada yang meresponnya. Bisa jadi pengelola akun brand memang hanya diizinkan untuk menjawab yang bersifat aman. Seharusnya memang untuk situasi keluhan atau kritikan yang kritis, sebaiknya humas brand yang langsung turun tangan. Yang sangat disayangkan, sepertinya humas brand ini tidak pernah tahu dengan dunia social media. Mungkin mereka belum menganggapnya penting. Atau malah mungkin mereka hanya tidak tahu cara merespon situasi seperti ini di ranah social media.
Nggak usahlah kita bicara tentang social media. Biasanya para humas brand sensitif kalau ada keluhan konsumen yang muncul di Surat Pembaca Kompas. Mereka lalu akan sibuk bikin surat jawaban untuk ditembuskan ke Kompas. Lucunya saat keluhan serupa muncul di portal berita Detik.com atau di portal berita lainnya yang memiliki kompetensi di bidangnya nyaris tak ada tanggapan sama sekali. Padahal dua portal ini sudah menyiapkan tools yang memadai bagi brand untuk menjawab keluhan itu langsung. Tinggal jawab keluhannya di kolom komentar, dan seketika itu pula publik bisa melihat tanggapannya dengan cepat.
Membiarkan berita buruk di ranah daring adalah perbuatan yang sangat bodoh. Dampaknya bisa jadi lebih besar daripada kalau berita buruk itu hanya muncul di koran cetak. Kita sangat jarang membuka-buka koran cetak edisi lalu, tapi saat berita tayang di ranah daring, maka Google pun akan merekam jejaknya.
Salah satu contoh buruknya adalah Mandala Air. Maskapai ini punya akun Twitter @mandalaair dan akun Facebook Page. Akun social media mereka aktif dipakai untuk keperluan promosi program. Namun jangan harap mereka akan langsung menanggapinya. Merespon jawaban yang bersifat diplomatis pun tidak. Mereka mungkin berharap kalau mereka biarkan, maka isu keluhan itu akan pergi dengan sendirinya.
Konsumen biasanya tak akan pernah menyerah. Satu media diabaikan, ia akan mencoba media lainnya. Bisa melalui surat pembaca, bisa melalui blognya, bisa melalui tulisannya di Facebook, bisa di forum Kaskus, bisa dimana-mana. Keluhan yang (mungkin) diharapkan berhenti oleh brand justru tidak akan hilang. Yang bisa terjadi malah, banyak orang yang ikut membaca, dan ternyata merasakan pengalaman sama, dan lalu ikut mendukung keluhan itu. Jejak setiap keluhan tidak akan hilang. Nggak percaya? Silakan cari saja di Google tentang “Mandala Air kecewa” dan ratusan tautan halaman akan bermunculan.
Saat terjun di ranah daring, brand harus siap dengan segala konsekuensinya. Apalagi kalau mereka sampai terjun di social media. Mereka tidak hanya harus berbicara, tapi juga harus mendengar setiap perkataan konsumennya. Suara-suara negatif dari konsumen akan selalu muncul di ranah daring. Para pengelola brand harus menyadari kalau produknya tidaklah sempurna, tapi mereka akan berjuang memberikan yang terbaik dalam melayani konsumen sebaik-baiknya. Mereka juga harus siap karena ranah daring tidak mengenal waktu tidur. Jadi bersiaplah akan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi setiap saat.
Kolom Fresh merupakan tulisan dari diskusi di komunitas FreSh!, sebuah komunitas berbagi ide yang menggelar pertemuan rutin setiap bulannya. Tentang Penulis: Pitra Satvika adalah blogger pemerhati media digital yang kini aktif di Stratego, sebuah perusahaan yang menangani jasa interactive communications. |
( wsh / wsh )
Komentar Terbaru