Openmadiun – Madiun
Pentingnya basis layanan untuk desa-desa yang berniat untuk melakukan migrasi dari sistem operasi berbayar ke sistem operasi sumber terbuka menjadi garis bawah dari acara silaturahmi Kelompok Pengguna Linux Indonesia (KPLI) Madiun dengan Blankon Banyumas. Yossy Suparyo, salah seorang developer Blankon Banyumas, menceritakan bahwa adanya varian Blankon berbahasa Banyumas bukan di buat karena komunitasnya yang ingin membuatnya. Tetapi lebih karena dorongan keinginan dari desa-desa yang berhasrat untuk menggunakan sistem operasi berlisensi bebas dan percuma ini.
“Awal mulanya di buat distro blangkon berbahasa Banyumas, karena inisiatif dari desa-desa dan masyarakat lokalnya. Mereka membuat daftar kebutuhan yang mereka perlukan dan inginkan, Kami selaku orang yang sedikit tahu mengenai TIK, menerjemahkan dalam bentuk sistem .” ujar Yossy. Dan saat sistem operasi tersebut sudah siap, maka blankon banyumas dirilis pada tanggal 17 Agustus 2012 di pendopo rumah dinas wakil bupati Banyumas bersama-sama desa-desa yang telah melakukan migrasi kepada sistem operasi ini.
Yossy Suparyo juga menjelaskan bahwa mereka tidak melakukan instalasi untuk desa-desa yang menginginkan blankon Banyumas tersebut. “Kami biasanya mengajari perangkat desa atau kepala desanya. Dan mereka punya kewajiban untuk mengajari kepada sesama perangkat didesanya atau bahkan desa lain yang juga ingin menggunakan blankon banyumas.” imbuhnya. Dia juga mengatakan bahwa dengan pola tersebut lebih efektif untuk melakukan pembelajaran di tingkat lokal dan desa di Banyumas.
Hampir serupa dengan yang disampaikan oleh Yossy Suparyo, Agung Budi Satrio, Kepala Desa Melung kabupaten Banyumas ini pun mengamini bahwa proses penetrasi pengunaan os gnu/linux yang berbasis sumber terbuka ini tidak dilakukan top down, tetapi lebih kearah bottom up. “ Kami dari desa lah yang biasanya memburu teman-teman Blankon Banyumas untuk bisa mengajari kami dan mendiskusikan sistem operasi seperti apakah yang kami butuhkan.” Kata Agung.
Agung Budi pun mengatakanbahwa awal alasan desanya dan beberapa desa lain ingin menggunakan sistem operasi ini adalah masalah rutin yang mengakibatkan tergangunya aktivitas pelayanan di desa. “yang paling sering terjadi adalah terjangkit virus. Saat kami masih menggunakan sistem operasi berbayar yang terus terang tanpa lisensi tersebut, kami harus terus tertempa virus yang kadang membuat data-data kami rusak bahkan hilang. Untuk kami yang berada di wilayah yang cukup jauh dengan pusat kota agak kerepotan kalau harus melakukan instalasi ulang yang memakan waktu dan biaya. Sama halnya seperti salah satu desa lain seperti desa Dermaji, yang dari pusat kotaharus di tempuh dengan waktu sekitar 1,5 Jam. Mereka pun sama dengan kami , akhirnya enggan terus-terusnya dihadapkan pada persoalan yang sama. Dan memilih menggunakan linux sebagai satu-satunya sistem operasi yang digunakan untuk melakukan pelayanan desa bagi masyarakat“
Sudah ada sekitar 30 desa di Banyumas memanfaatkan blankon Banyumas sebagai sistem operasi di pemerintahan desa. Dan inisiatifnya datang dari desa melalui perangkat desa, kades maupun para anggota pnpm, bukan bentuk instruksi dari pemerintahan daerah. Agung Budi juga menegaskan, bahwa desa pun tidak bisa tiba-tiba bisa kalau tidak ada komunitas Blankon Banyumas yang selalu setia melakukan pendampingan.
KegiatanSilaturahmi KPLI Madiun dengan Blankon Banyumas ini juga menggugah keinginan salah satu warga desa di kecamatan Dagangan yang hadir di acara tersebut untuk menggunakan linux. Joko Susanto juga melontarkan keinginannya untuk mencoba menggunakan gnu/linux.“ nanti kalo ada acara di wilayah dagangan, saya tolong diajari nggunakannya ya mas” tutur Joko Susanto kepada KPLI Madiun. Permintaan tersebut pun disambut menjadi tantangan yang dilontarkan oleh Blankon Banyumas untuk kesiapan komunitas linux di madiun untuk menjadi basis layanan penggunaan linux di pedesaan.
Acara yang bertempat di De-Klop Club ini dilaksanakan oleh KPLI madiun dan OpenMadiun memang bersifat terbuka. Sehingga dihadiri oleh masyarakat umum baik komunitas pengguna linux, perangkat desa,warga desa dan mahasiswa. Sehingga, karena antusias para peserta untuk ikuta cara ini, kegiatan yang sekiranya dijadwalkan jam 10 malam pun baru usai jam 12 tengah malam. (omc)
Komentar Terbaru