Pesan singkat tiba-tiba masuk ke telepon genggam: “Sekarang Saya di Palembang, terus ke Lubuk Linggau, dan Jambi. Tgl 1 dari Jambi ke Batam, nginep semalam di Hotel Laksana. Tgl 2 Batam ke Natuna”.
“Tgl 3 pelatihan di Pulau Sedanau (pakai feri dari ranai Natuna, tgl 4 pelatihan di ranai (ibukota Natuna), tgl 5 Saya pulang Natuna-Jakarta, kalau bisa dibantu support pemberitaannya.”
Itulah pesan singkat (SMS) dari sastrawan, novelis, dan penulis skenario film, Heri Hendrayana Harris atau yang lebih dikenal dengan “Gol A Gong” yang sedang gencar melakukan perjalanan keliling, untuk menularkan “virus membaca” di sejumlah daerah di tanah air, termasuk Palembang.
Setelah menggelar `Gempa Literasi` di Kota Palembang, ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, Gol A Gong atau Heri Hendrayana itu pun masih melanjutkan kegiatan bertema `Indonesia Menulis dan Gerakan Wakaf Buku` ke beberapa daerah lainnya.
Seolah tak kenal lelah, meskipun usia tak lagi muda dan fisik memiliki keterbatasan sejak kecil, Gol A Gong terus saja berkeliling untuk menebarkan budaya membaca itu sebagai kegiatan produktif yang harus ditularkan dan disebarluaskan menjadi kebiasaan bagi warga negeri ini, khususnya para pendidik, anak-anak muda, pelajar dan mahasiswanya.
Selama beberapa hari di Palembang, Gol A Gong, antara lain menjadi pembicara pada pelatihan menulis di SMP Islam Terpadu (IT) Al Furqon, Jl HBR Motik Km 8 Alang Alang Lebar, Minggu (24/4).
Sehari sebelumnya, Sabtu (23/4), Gol A Gong juga menjadi narasumber pada workshop menulis untuk guru-guru di Gedung Mina lantai 3, Sekolah Islam Terpadu Al Furqon, Jl. R Sukamto, Palembang.
Usai selama dua hari menggelar pelatihan menulis di Palembang, menurut Gol A Gong, akan meneruskan perjalanan ke Lubuk Linggau, Sumsel, dan Jambi.
Di Jambi, kegiatan serupa digelar pada 1 Mei 2011, dan dilanjutkan ke Batam (2/5) serta Natuna (4/5) dengan melakukan pelatihan menulis di Ranai, setelah itu dari Natuna Gol A Gong akan ke Jakarta.
Sebelumnya, dia menggelar kegiatan serupa di Bengkulu dan beberapa daerah lain di Indonesia, termasuk di Pulau Jawa dan wilayah Indonesia lainnya.
Raga Tanpa Jiwa
Menurut Gol A Gong, rumah tanpa buku ibarat raga tanpa jiwa.
“Buku adalah tiket untuk menjadi apa pun yang kita mau,” ujar dia sambil menambahkan buku juga menggugah kita dapat menghargai alam.
Secara khusus dia menyampaikan ucapan selamat atas peringatan Hari Buku Internasional yang ditetapkan pada 23 April, dan Hari Bumi pada 22 April.
“Saya juga sampaikan selamat Hari Kartini 21 April, terutama bagi kaum perempuan pencinta buku, sehingga merayakan hari-hari penting itu adalah merayakan buku,” kata Gol A Gong.
Dia mengajak semua orang untuk mulai menjadikan lingkungan masing-masing sebagai titik awal gempa literasi dengan membiasakan diri membaca atau kalau tidak akan mati.
Menurut Azhar Qozazirin, Kepala SMP IT Al Furqon Palembang, rangkaian kegiatan Gol A Gong di Palembang itu dimaksudkan untuk menumbuhkan minat baca serta menulis di kalangan pelajar dan para guru di daerah itu.
Perjalanan menebarkan “virus” membaca dan menulis yang dilakukan Gol A Gong pun secara rutin dilaporkan dan ditulisnya sendiri. Setelah meninggalkan Kota Palembang, Gol A Gong pun menyempatkan mengirimkan pesan singkat lanjutan: “Lg iseng. nyetop bus solo padang di lahat.nanti sy turun di lubuk linggau.masya Allah.bau segala2,bau wong cilik.kt mereka dr solo sejak Sabtu.karcis 300 ribu.kasihan.wajah2 pasrah,tp happy.bus reyot,merayap membwa mereka ke tanah harapan.”
Tulisan spontan sesuai dengan gaya khas Gol A Gong.
Menurut dia, “road show”-nya di beberapa kota Pulau Sumatera itu akan Majalah Story No. 21 (25 April-25 Mei).
Dia pun menawarkan diri, jika ada yang tertarik menyelenggarakan gempa literasi dan kegiatan menularkan budaya membaca dan menulis itu, dapat melakukan kontak langsung ke nomor HP-nya: 081906311000.
Sebelumnya, perjalanan Gempa Literasi Gol A Gong di Jawa Timur telah dilaporkan pada Majalah Story No. 20 (25 Maret-25 April).
Gol A Gong pun berkisah di sana, awalnya diundang ke “Pekan Membaca” Perpustakaan Daerah Bojonegro, Jawa Timur, bekerjasama dengan Yayasan Peran dan Mobil Cepu Limited, 24?26 Februari lalu.
Sebagai Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat, Dewan Pembina Forum Lingkar Pena, dan pendiri Taman Bacaan Masyarakat Indonesia “Rumah Dunia” (www.rumahdunia.net), dia memiliki tanggung jawab moral dalam “Gerakan Indonesia Membaca” di tingkat lokal.
Dia pun, dari kota Bojonegro, menyebarkan informasi pada komunitas-komunitas baca di Jawa Timur, Ngawi, Surabaya, Madiun, dan Solo ternyata merespon dengan cepat.
Gol A Gong pun menceritakan perjalanan “backpacker” keduanya bersama istri, Tias Tatanka, setelah Jambi dan Palembang pada November 2010 lalu.
“Tentu ini adalah cara mudah mengajari Tias Tatanka menulis catatan perjalanan atau cerita serial,” ujar dia lagi.
Tias sejak November 2009 hingga sekarang menulis cerita serial “Backpacker Surprise” di Tabloid Gaul.
Sebagai suami, Gol A Gong mengajarinya mengeksplorasi ide dari realitas ke fiksi, terutama unsur setting lokasi atau tempat yang sangat beragam.
Pada episode “Backpacker Surprise” Januari 2011 lalu, setting lokasi Jambi dan Palembang menurut dia, sudah mewarnai.
Perjalanan itu pun dituliskan Gol A Gong: “Kami berangkat Rabu (23/2). Sekitar pukul 16.00 WIB, kami tiba di Stasiun Gambir, Jakarta. Kereta Sembrani meluncur pukul 20.00. WIB. Masih ada waktu 4 jam lagi. Kami “menyepi” di pojokan lantai 2 Gambir. Saya tiduran dengan matras, Tias menyelesaikan “Backpacker Surprise” edisi Kamis, 3 Maret 2011. Giliran Tias tiduran, saya melanjutkan penulisan skenario “Balada Si Roy”.
“Saya teringat saat backpacker sendirian mengelilingi Nusantara (1985?87) dan Asia (1990?1992). Jika ingin menulis, saya mencari tempat kursus mengetik. Saya menyewa mesin tik dan bisa memakan waktu hingga tengah malam,” kata dia lagi.
Dia pun melanjutkan perjalanannya itu: “Kereta Sembrani tepat waktu. Pukul 20.00 WIB merangkak menembus malam menuju Jawa Timur. Tiket Jakarta- Bojonegoro Rp. 280.000,- untuk kelas eksekutif. Pukul 06.00 kereta tiba di Bojonegoro. Di Stasiun, aroma “Boromania”, supporter sepakbola Persibo yang bermain di Liga Primer Indonesia terasa.”
“Saat saya orasi “Indonesia Membaca”, saya katakan kepada para pelajar bahwa kegiatan membaca buku bisa membuat lupa siapa diri kita sebenarnya; apakah kita anak orang kaya, miskin, berwajah ganteng atau jelek. Ketika umur 11 tahun, tangan kiri saya harus diamputasi, Bapak membekali saya dengan buku. Hasilnya, saya tumbuh menjadi anak yang percaya diri dan lupa kalau sebetulnya saya ini cacat!”.
“Usai orasi, saya membagi-bagikan door prize buku karya saya; Tiga Ombak dan Ledakkan Idemu, agar Kepalamu Tidak Meledak.”
Menggelorakan “Gerakan Indonesia Membaca” di tingkat lokal pun terus digulirkan Gol A Gong, antara lain pada “Pekan Membaca”.
Dia mengemukakan bahwa persoalan dalam menulis itu tetaplah sama, ide banyak ditemukan, tapi sulit menuangkannya.
“Kok, mau mulai nulis itu, mentok terus! Macet!” begitu kata mereka.
Gol A Gong pun mempersilakan mereka membacai SMS di inbox HP.
“Saya katakan kepada mereka, “Menulis SMS juga bagian dari cara berlatih menuangkan gagasan. Mulailah menulis seperti sedang menulis SMS,” ujar dia lagi.
Menyebarkan virus membaca pun terus berlanjut.
Wisata Buku
Menurut Gol A Gong, dia kerap berkeliling menularkan “virus membaca” itu sambil melakukan “wisata library” atau wisata perpustakaan dan wisata buku, berkunjung dari satu perpustakaan ke perpustakaan yang lain, sembari melihat dan membaca koleksi buku-buku di dalamnya.
Dia pun juga sekaligus menikmati makanan khas pada masing-masing daerah yang dikunjungi (wisata kuliner), untuk kemudian semua pengalaman itu dituliskannya lagi.
Gol A Gong saat memberikan resep praktis menulis di Palembang menegaskan bahwa minat baca orang bawah cukup tinggi, tetapi mereka tidak mampu membeli buku.
Di hadapan guru-guru Sekolah Islam Terpadu Al Furqon di Palembang itu, dia menyatakan, orang bawah ini minat bacanya tinggi, tetapi tidak mampu membeli buku, makanya melalui wakaf atau disumbang dari orang-orang kaya akhirnya bisa memiliki dan membaca buku yang berkualitas dan baik.
“Wakaf buku itu juga merupakan kegiatan gempa literasi,” kata dia lagi.
Ia menyatakan, gempa literasi itu berupa kegiatan pertunjukan seni, bedah buku, lomba menulis puisi, cerpen, esai dan wakaf buku.
Jadi, melalui wakaf buku itu, dikembangkan kegiatan untuk menyumbangkan buku kepada orang-orang miskin, dan kegiatan tersebut diharapkan dapat mendorong masyarakat golongan bawah untuk membaca, ujar dia pula.
Dia menilai, masyarakat intelektual yang sedikit di Indonesia, tetapi akses bukunya gampang, sedangkan orang bawah atau orang cilik ini minat bacanya tinggi, tetapi tidak mampu membeli buku.
Ia menuturkan, dengan gerakan gempa literasi ini muncul kesadaran “membaca atau mati”, kalau dulu merdeka atau mati melawan kolonial, sedangkan sekarang yang dilawan itu kebodohan.
Selanjutnya, kalau gempa menghancurkan secara tektonik dan vulkanik, sedangkan gempa literasi untuk membangunkan peradaban baru atau menghancurkan kebodohan, ujar Gol A Gong lagi.
Ia juga mengemukakan, menurut penelitian penyair Taufik Ismail bahwa sekarang ini pelajar Indonesia membaca buku sastranya memprihatinkan dibandingkan dengan di negara lain.
Taufik Ismail melakukan penelitian di 13 sekolah di negara lain mulai di ASEAN, ternyata Indonesia dari Malaysia saja kalah.
Indonesia itu nol membaca sastra, terkait buku sastra, kalau negara lain ada yang 13 buku setahun dan ada pula 16 buku dalam setahun, karena mereka lebih suka membaca sinopisnya saja.
Membaca buku itu, menurut Taufik Ismail, harus dibaca, dipertanggungjawabkan, dipresentasikan di depan kelas, kata pria yang dilahirkan di Purwakarta tersebut.
Membaca buku itu paling tinggi di Finlandia, yakni 33 buku dalam setahun, sedangkan Indonesia dengan negara tetangga saja kalah, seperti Singapura, Brunai Darussalam dan Thailand.
“Yang paling hebat terjadi pada zaman Belanda menghasilkan generasi Bung Karno, Bung Hatta, Agus Salim dan Syahril, proses membaca orang-orang besar itu 36 buku setahun,” ujar dia pula.
Ia menjelaskan, membaca buku itu dalam arti ada sastra, politik dan sebagainya dengan menuliskan resume.
“Bung Karno itu membaca di atas 20 buku setahun dan hasilnya generasi cerdas,” kata pria yang terkenal dengan novelnya berjudul “Balada Si Roy” tersebut menambahkan.
Gol A Gong adalah nama pena dari Heri Hendrayana Harris yang dilahirkan di Purwakarta pada 15 Agustus 1963 dari ibu bernama Atisah dan ayah bernama Harris.
Dia terkenal dengan novelnya berjudul “Balada Si Roy”, disamping itu telah menulis novel lebih dari 25 judul.
Sejak 2001 dia mendirikan komunitas kesenian Rumah Dunia di Serang, Banten.
Gol A Gong adalah anak kedua dari lima bersaudara, yaitu Dian, Gol A Gong, Goozal, Eva, dan Evi.
Pada 1965, ia bersama dengan orang tuanya meninggalkan kampung halamannya di Purwakarta menuju ke Serang, Banten.
Bapaknya adalah guru olah raga sedangkan ibunya seorang guru di sekolah keterampilan putri, Serang.
Mereka tinggal di sebuah rumah di dekat alun-alun Serang.
Pada umur 11 tahun, Heri kehilangan tangan kirinya, saat dia dan teman-temannya bermain di dekat alun-alun.
Saat itu sedang ada tentara latihan terjun payung, dan kepada kawan-kawannya dia menantang untuk adu keberanian seperti seorang penerjun payung dengan cara meloncat dari pohon di pinggir alun-alun.
Dia mengalami kecelakaan sehingga mengakibatkan tangan kirinya harus diamputasi.
Pada umur 33 tahun, dia menikahi Tias Tatanka, gadis asal Solo, dan telah memiliki anak Bela, Abi, Jordi, dan Kaka.
Gol A Gong telah menulis lebih dari 25 novel dan ratusan skenario film. Cerita-cerita pendeknya juga terdapat di berbagai antologi.
Beberapa novelnya adalah Balada Si Roy, Kupu-Kupu Pelangi, Kepada-Mu Aku Bersimpuh, Biarkan Aku Jadi Milik-Mu, Lewat Tengah Malam (adaptasi dari film 2007 berjudul sama bersama Ibnu Adam Aviciena), dan lain-lain.
Impiannya sejak remaja untuk memiliki gelanggang remaja, dapat terwujud dengan didirikan komunitas kesenian Rumah Dunia.
Komunitas ini berada di atas tanah 1.000 meter persegi di belakang rumahnya di Komplek Hegar Alam, Ciloang Serang, Banten.
Komunitas ini adalah impiannya beserta temannya Toto ST Radik, dan (alm) Rys Revolta.
Bagi sosok Gol A Gong, membaca dan menulis adalah kegiatan produktif yang harus ditularkan kemana-mana.
Tapi kalau virus merupakan penyebab penyakit yang bisa mematikan, menurut dia, “virus membaca” justru perlu ditularkan ke setiap orang di negeri ini, sehingga menjadi sosok yang cerdas dan bernas.
“Membaca atau Mati!” pun telah menjadi slogan bagi Gol A Gong dalam mengarungi kehidupan ini yang perlu disebarkan, ibarat virus yang diharapkan menulari semakin banyak orang, tapi bukan untuk mematikan melainkan justru memberikan kebaikan pada semuanya.?
sumber: beritadaerah.com
Komentar Terbaru