MADIUN – Petani di Desa Ngale, Kec Pilangkenceng, Kab Madiun mencabuti dan membakar tanaman tembakaunya yang rusak akibat anomali cuaca. Karena daun di tanaman tembakau tak mungkin lagi laku dijual.
Desa Ngale dengan luar areal tembakau 64 hektare merupakan wilayah areal tembakau terluas di Kab Madiun yang totalnya sekitar 250 hektare. Dusun Sumbang, Desa Ngale, merupakan daerah dengan kerusakan tembakau terparah karena merupakan daerah rendah yang banyak tergenang air saat hujan terus turun belakangan ini.
Memang sebagian daun bisa dipetik, namun itu tak lebih dari 20 persen. Sebagian petani mencabuti tanaman tembakaunya yang mengering dan menjadikan kayu bakar.
Seperti dialami petani Santo, petani di Dusun Sumbang. Di atas lahan seperempat hektare biasanya dia bisa memperoleh hasil kotor Rp 7 juta. “Dengan biaya garap Rp 2,5 juta, saya rugi banyak,” terang Santo, Senin (18/10). Padahal, dia masih harus menanggung utang Rp 1,1 juta ke Pabrik Rokok Sampoerna.
Sebagian besar petani di Madiun memang menanam tembakau dengan pola kemitraan dengan PR Sampoerna. Perani mendapatkan bantuan pinjaman bibit, pupuk, dan obat-obatan, yang harus dikembalikan pada saat penjualan tembakau dengan sistem potong hasil penjualan.
Petani lain, Jurianto, sengaja membiarkan sebagian tanaman tembakaunya mati. Di batang tanaman, tampak seluruh daunnya mengering. Sedang di bawahnya, air menggenangi di sejumlah titik lahan yang rendah.
Menurut warga sekitar, Jurianto sengaja membiarkan tanaman tembakaunya dan pilih cari kerja serabutan. Karena dia masih punya tunggakan utang di PR Sampoerna Rp 200 ribu. Ini akibat hasil jual tembakaunya tak cukup untuk membayar utang.
Namun ada sejumlah petani mengaku sudah bisa melunasi utangnya di pabrik rokok. Mereka biasanya para petani yang tanaman tembakaunya tidak rusak berat. Seperti Darno dan Surono, bisa memetik daun tembakaunya hingga tiga kali. Dalam tiga kali penjualan daun tembakau ke pabrik, potongan untuk pembayaran utang sudah lunas.
Yang dikeluhkan petani tembakau di Madiun saat ini bukan hanya produksinya yang jelek, tapi juga harga rendah akibat kadar nikotin turun setelah terus-menerus diguyur hujan. Kalau biasanya harga tembakau bisa mencapai Rp 27 ribu/kg. Tahun ini berkisar antara Rp 10 ribu hingga Rp 16 ribu. Bahkan tak sedikit yang hanya laku Rp 5 ribu/kg. Ini disebabkan kurang penjemuran akibat cuaca yang tidak menentu yang mengakibatkan rusaknya tembakau rajangan. Memang ada petani yang beruntung bisa menjual dengan harga Rp 22 ribu/kg. Namun jumlahnya sedikit sekali. swd
Komentar Terbaru