KabarIndonesia – Ponorogo, Tuntutan perangkat desa untuk bisa diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) nampaknya tinggal isapan jempol belaka.

Pasalnya pemerintah telah memberikan sinyal hijau bakal menyetujui usulan Persatuan Rakyat Desa Nusantara (Parade Nusantara) untuk mengalokasikan dana 5% dari APBN untuk kesejahteraan desa.

Dengan disetujuinya usulan Parede Nusantara tersebut, otomatis tuntutan para perangkat desa menjadi PNS sirna.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Persatuan Rakyat Desa Nusantara (Parade Nusantara) H. Sudir Santoso, SH, M.Hum saat merapatkan barisan bersama DPK Parade Nusantara Ponorogo, Sabtu malam (21/5) di kediaman HM. Susanto Kepala Desa Kradenan, Jetis.

Pada kesempatan tersebut secara gamblang Sudir Santoso mengaku tak setuju wacana perangkat desa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Pasalnya saat kepala desa dan perangkat desa menjadi PNS justru akan merugikan kedudukan mereka. Bila fenomena itu bergulir akan ada tiga musibah yang akan dialami para kepala desa.

”Diantaranya 70 persen perangkat desa akan menjadi korban karena usia dan tingkat pendidikannya tidak memenuhi syarat menjadi PNS. Selain itu desa akan berubah menjadi kelurahan sehingga bisa dipimpin PNS dari luar daerah sehingga pelayanan 24 jam di desa akan hilang,” terang Sudir Santoso.

Oleh karenanya, DPN Parade Nusantara menegaskan penolakkan pengangkatan perangkat desa dan kepala desa sebagai PNS. ”Karenanya kami tidak setuju perangkat desa jadi PNS. Tetapi kami tidak tinggal diam. Parade Nusantara terus berjuang mewujudkan UU desa yang akan mengangkat kesejahteraan perangkat desa,” katanya saat menghadiri Sosialisasi RUU Desa bagi kepala desa dan perangkat desa se-kabupaten Ponorogo tersebut.

Acara juga dihadiri DPK Parade Nusantara Kabupaten Trenggalek, Pacitan, Ngawi dan Magetan. Menurutnya ada lima poin tuntutan perangkat desa yang sebagian telah dimasukan dalam draf RUU Desa. Mengenai Alokasi Dana Desa (ADD) minimal 10 persen di alokasikan langsung dari APBN gagal dipenuhi. Pemerintah hanya mengabulkan 5 persen dari APBN.

”Terpaksa harus kita terima karena kita takut gagal lagi seperti RUU Pembangunan Pedesaan periode terdahulu. Saya berfikir cukuplah dana Rp. 765 juta/ pertahun bagi tiap desa. Bila 30 persennya untuk belanja desa, itu artinya ada dana Rp. 255 juta untuk memenuhi penghasilan tetap kades dan perangkat desa,” jelasnya.

Hal lainnya, penyesuaian masa jabatan dari 6 tahun menjadi 10 tahun hanya dikabulkan menjadi 8 tahun. Bahkan biaya pemilihan kepala desa (Pilkades) menjadi tanggungjawab APBD juga disetujui. Kades/perangkat desa juga diperbolehkan menjadi pengurus partai politik.

”Namun ini semua baru dituangkan dalam draf RUU Desa yang selesai digodog pemerintah. Kita masih harus perjuangkan hingga sampai ke DPR dan ditetapkan menjadi Undang –Undang,” tandasnya dihadapan ratusan kepala desa dan perangkat desa yang tergabung dalam wadah Paguyuban Kepala Desa dan Perangkat Desa (PKPD) Kabupaten Ponorogo.

Dia juga menegaskan perjuangan merealisasikan UU Desa saat ini bukan lagi perjuangan salah satu partai politik. Namun sudah menjadi perjuangan seluruh anggota DPR RI.

”Ibaratnya bola sudah dioper ke pemerintah. DPR tinggal menunggu rancangan yang disusun pemerintah. Janji Mendagri akan diserahkan Juli mendatang,” katanya kepada Pewarta HOKI.

Karena DPR telah berkomitmen mewujudkan UU Desa, ia kemudian meminta para kepala desa terlibat secara emosional. Perangkat desa agar ikut mensosialisasikan perkembangan pembahasan RUU Desa sehingga menjadi dinamika politik yang riil dari perangkat desa seluruh nusantara.

”Jika sinergi terbangun, tentu pemerintah tidak akan main-main dengan tuntutan perangkat desa,” katanya sembari menegaskan agar RUU Desa harus disahkan tahun ini juga. (MUH NURCHOLIS)

Bagikan Berita